EKSISTENSI
anggota praja muda karana (pramuka) menemukan babak baru terkait dengan UU
Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Regulasi itu terus
disosialisasikan, termasuk di Jateng, dan pada 26 Maret 2011 Wapres Boediono
didampingi Menpora Andi Alifian Mallarangeng dijadwalkan membuka sosialisasi
berskala nasional itu di kampus Unnes, yang dihadiri sedikitnya 1.500 peserta.
Pro dan kontra telah mewarnai lahirnya UU itu, baik ketika anggota DPR
mengadakan studi banding ke Afsel, Jepang, dan Korea maupun saat membuat dan
menyosialisasikan RUU Gerakan Pramuka.
Terlepas
dari pro dan kontra, suka tidak suka, setuju tidak setuju, seluruh komponen
dari berbagai strata keanggotaan dan kepengurusan Gerakan Pramuka harus mengucapkan
selamat datang UU Nomor 12 Tahun 2010 dan selamat berpisah Keppres Nomor 238
Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka disusun untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dan demokratis. Regulasi itu menjadi dasar hukum bagi semua komponen bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah NKRI.
Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka disusun untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dan demokratis. Regulasi itu menjadi dasar hukum bagi semua komponen bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah NKRI.
Keputusan
politik yang disepakati seluruh fraksi DPR pada 26 Oktober 2010 dalam sidang
paripurna menunjukkan bahwa Gerakan Pramuka memang seksi dan memiliki daya
pikat tinggi sehingga seluruh fraksi menyetujui disahkannya RUU Gerakan Pramuka
menjadi UU, tanpa voting. Dalam konteks ini, semangat dan jiwa kepramukaan yang
lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat telah dihayati dan dimaknai secara
benar oleh anggota DPR.
Gerakan
Pramuka memang layak didekati berbagai tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh
profesi, ataupun tokoh lain dengan berbagai argumentasi demi kepentingan bangsa
dan negara. Pendekatan tidak menafikan untuk kepentingan pribadi, kelompok,
golongan, dan daerah masing-masing mengingat jumlah anggota Gerakan Pramuka
mencapai puluhan juta orang.
Pendekatan
itu bukan untuk mempolitisasi anggota pramuka melainkan menggarap secara
maksimal sehingga tokoh-tokohnya dapat lebih berkiprah dalam mengabdikan
dirinya kepada bangsa dan negara ini melalui gerakan itu. Jika Gerakan Pramuka
yang hampir 50 tahun ini dipandang belum atau tidak memberikan kontribusi
konkret serta sistem pendidikan dan pembinaannya tidak menarik, hal itu
memunculkan pertanyaan pada diri penulis.
Tetap Nonpolitis Bukankah yang nanti hadir pada acara sosialisasi UU itu merupakan tokoh dan pimpinan daerah yang notabene pada usia mudanya (siaga/SD, penggalang/SMP, penegak/SMA, dan pandega/mahasiswa) pernah merasakan dan menikmati pendidikan dan pembinaan Gerakan Pramuka?
Menjadi naif kalau mereka tidak mengakui success story dan benefit Gerakan Pramuka. Sifat kepemimpinan dan karakter pribadi yang baik dari peserta sosialisasi UU tersebut menjadi bukti riil.
Tetap Nonpolitis Bukankah yang nanti hadir pada acara sosialisasi UU itu merupakan tokoh dan pimpinan daerah yang notabene pada usia mudanya (siaga/SD, penggalang/SMP, penegak/SMA, dan pandega/mahasiswa) pernah merasakan dan menikmati pendidikan dan pembinaan Gerakan Pramuka?
Menjadi naif kalau mereka tidak mengakui success story dan benefit Gerakan Pramuka. Sifat kepemimpinan dan karakter pribadi yang baik dari peserta sosialisasi UU tersebut menjadi bukti riil.
Pertanyaan
berikutnya, kalau Gerakan Pramuka pernah berjasa dalam membina nation and
character building bagi alumni aktivis Gerakan Pramuka, sejauhmana
kontribusi dari masing-masing anggota dalam membesarkan dan meningkatkan
kegiatan?
Upaya itu jauh lebih penting sehingga Gerakan Pramuka dapat mewarnai berbagai kegiatan yang dibutuhkan masyarakat, ketimbang sekadar kegiatan teknis kepramukaan seperti keplok-keplok, menyanyi, ’’pelajaran’’ tali-temali, dan perkemahan.
Kita dapat berkaca dari panggung dunia politik seperti dalam pilpres, pileg, atau pilkada. Kita merasakan adanya berbagai benturan kepentingan baik berciri komunitas, keagamaan, profesi, maupun kewilayahan dan sebagainya yang justru merusak nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa dan nilai-nilai luhur Pancasila.
Akhirnya UU Nomor 12 Tahun 2010 ditetapkan melalui keputusan politik DPR tetapi Gerakan Pramuka bukan kendaraan politik bagi anggota dewasa pramuka yang akan atau bahkan telah meniti karier di bidang politik. Adakah yang menjamin Gerakan Pramuka tetap nonpolitis? Salam Pramuka!
Upaya itu jauh lebih penting sehingga Gerakan Pramuka dapat mewarnai berbagai kegiatan yang dibutuhkan masyarakat, ketimbang sekadar kegiatan teknis kepramukaan seperti keplok-keplok, menyanyi, ’’pelajaran’’ tali-temali, dan perkemahan.
Kita dapat berkaca dari panggung dunia politik seperti dalam pilpres, pileg, atau pilkada. Kita merasakan adanya berbagai benturan kepentingan baik berciri komunitas, keagamaan, profesi, maupun kewilayahan dan sebagainya yang justru merusak nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa dan nilai-nilai luhur Pancasila.
Akhirnya UU Nomor 12 Tahun 2010 ditetapkan melalui keputusan politik DPR tetapi Gerakan Pramuka bukan kendaraan politik bagi anggota dewasa pramuka yang akan atau bahkan telah meniti karier di bidang politik. Adakah yang menjamin Gerakan Pramuka tetap nonpolitis? Salam Pramuka!
— Drs Sigit
Djoko Sutomo, mantan Andalan Daerah Kwarda 11 Jawa Tengah