Pramuka di kampus? Praja Muda
Karana itu memangnya masih ada? Begitu tanggapan sebagian dari kita jika bicara
tentang Pramuka di kampus. Tak heran banyak yang bertanya-tanya, karena memang
banyak kampus di Indonesia tak ada aktivitas Pramuka.
Mengapa tak banyak kampus memiliki
aktivitas Pramuka? Alasannya bisa beragam. Peminatnya kurang, ada anggapan
Pramuka itu kuno, ketinggalan zaman alias zadul juga berkembang. Bahkan, mereka
yang menjadi anggota Pramuka Pandega di kampus pun tak sedikit menerima
”ledekan” semacam itu.
Kenyataan seperti ini tentunya
memprihatinkan, apalagi mahasiswa adalah cikal bakal pemimpin bangsa, tapi tak
tahu benar apa sisi positif dari kegiatan gerakan Pramuka. Mereka menjauhi, tak
memilihnya sebagai pilihan kegiatan di kampus, maka di banyak kampus Pramuka
pun tak eksis.
Namun, dari sekian banyak kampus
yang tak memiliki Gerakan Pramuka, masih ada kampus-kampus yang terus
menjalankan aktivitas Pramuka. Memang tak banyak mahasiswa di kampus tersebut
menjadi anggota Pramuka, tapi dari yang sedikit bergabung menjadi anggota
itulah diharapkan gerakan Pramuka terus bergulir.
Membanggakan
Labibul, mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) angkatan 2006, sudah bergabung
menjadi anggota Pramuka sejak masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (setara
SD). Kegiatan Pramuka berlanjut hingga ia masuk SMP di Bumi Ayu Brebes, Jawa
Tengah, dan STM Widya Karya Purwokerto, Jawa Tengah.
”Saat saya masuk UNJ, otomatis saya
melanjutkan kegiatan Pramuka ini. Bisa dibayangkan waktu saya pertama kali
masuk kampus dengan memakai seragam Pramuka, sementara teman-teman saya di
Fakultas Teknik kebanyakan lulusan STM, waaah, habis saya diledekin. Dibilang:
zadul, kuno,” tutur Labibul.
Namun, ledekan-ledekan yang
mengepung Labibul tak dihiraukannya. Dia tetap fokus dengan aktivitas Pramuka
yang sudah dicintainya sejak masih kanak-kanak.
”Ada banyak keterampilan yang saya
kuasai karena keikutsertaan saya di Pramuka. Kalau saya belajar keterampilan
itu di luar Pramuka, wah saya pasti harus mengeluarkan dana besar. Jadi saya
melihat keuntungan ikut Pramuka karena diri saya berkembang di dalam Pramuka,”
kata Labibul.
Hal yang sama pun dialami Arif
Fahrurozi yang kini menjadi anggota Dewan Kerja Daerah (DKD) Pramuka Penegak
Pandega Kwartir Daerah Jambi. Fahrurozi yang baru saja menyelesaikan kuliahnya
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi ini juga sempat
diledek teman-teman kampusnya ketika bergabung dengan Gerakan Pramuka di
Universitas Jambi.
”Saat awal saya pakai seragam
Pramuka, teman-teman yang ikut unit kegiatan lain di kampus meledek habis saya.
Tapi tak saya pedulikan. Sekarang setelah saya menjadi anggota DKD, mereka baru
sadar bahwa Pramuka itu enggak cuma tepuk-tepuk tangan saja,” kata Fahrurozi
bangga.
Anggota Pramuka dari Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nuramelia, lebih beruntung.
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Biologi angkatan 2009 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Kejuruan ini tak pernah merasakan ledekan teman-teman kampusnya.
”Teman-teman di UIN sangat
menghargai pilihan kegiatan teman-teman lain,” kata Amel, panggilan Nuramelia.
Membuktikan diri
Meskipun diledek teman, mereka
tetap jalan terus dan terpacu untuk membuktikan kepada teman-teman di kampus
bahwa melalui Pramuka mereka bisa mengembangkan diri.
Aktivitas Racana (Pramuka setingkat
Perguruan Tinggi) UNJ digelar tiap hari Sabtu sore. Ada baris berbaris, ada
pula pemberian berbagai macam materi. Materi yang diberikan kepada anggota
Pramuka setiap minggu berbeda. Ada fotografi, panjat tebing, hasta karya ,
keterampilan bahan daur ulang, belajar teknologi dengan membongkar pasang
komputer atau televisi, dan belajar multimedia dengan membuat website.
”Saya mendapatkan banyak hal
positif bergabung dengan Pramuka. Saya menjadi lebih percaya diri dan mendapat
keterampilan. Contohnya saya bisa mendapatkan training gratis 4 bulan di
Cibubur Aeromodeling Club. Kalau saya harus bayar sendiri, wah berapa itu?”
kata Labibul.
Labibul pun berulang kali menjadi
panitia di berbagai acara Pramuka. Seperti menjadi panitia Pertemuan Pramuka
Luar Biasa tingkat Nasional dan panitia Jambore Asean 2008 di Cibubur, Jakarta
Timur. Semua pengalaman tersebut semakin memperkaya dirinya.
Arif Fahrurozi membuktikan
sebaliknya bahwa Gerakan Pramuka itu bukan gerakan zadul atau ketinggalan
zaman. Justru Gerakan Pramuka yang ia ikuti terus membawanya maju mengembangkan
diri.
”Anggota Pramuka di Universitas
Jambi ini memang ada ratusan orang, tapi yang aktif hanya 40 orang. Ya
barangkali karena kesibukan teman-teman. Kalau kegiatan rutin kami ya hari
Sabtu saja,” kata Fahrurozi.
Yang membanggakan Fahrurozi, dengan
bergabung menjadi anggota Pramuka, ia sering mengikuti event di tingkat
nasional. ”Setiap tahun selalu ada event nasional, kalau unit kegiatan lain
belum tentu ada acara tingkat nasional setiap tahun. Ketua DKD Pramuka Kwartir
Daerah Jambi bahkan dikirim ke Amerika Serikat selama dua bulan untuk melatih
Pramuka di sana,” kata Fahrurozi.
Selain menjadi lebih percaya diri,
Pramuka membuat Fahrurozi menjadi mandiri, bisa menghadapi/melihat masalah
tidak hanya dari satu sisi.
Hal yang sama juga dirasakan Amel.
Ia pun bangga menjadi anggota Pramuka. Racana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktif mengikuti Pendidikan Latihan Dasar di Semarang, Perkemahan Wira Karya
Nasional di Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam, juga latihan berkomunikasi dengan
Pramuka dari negara lain melalui radio amatir/internet adalah hal lain yang
membuat Amel merasa bangga.
Artinya, kegiatan Pramuka terus
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Seragam Pramuka memang tak berubah,
tapi isi kepala anggota Pramuka ternyata tak sezadul yang dikira. Jadi, tak ada
salahnya menghidupkan aktivitas Pramuka di kampus kita.
Kompas.
Selasa, 4 Januari 2011 (ELOK DYAH MESWATI)